Wednesday, August 11, 2021

JANGAN JADI BATU SANDUNGAN_TAPI JADILAH BATU SAMBUNGAN l WEREAD_Official...


JANGAN JADI BATU SANDUNGAN_TAPI JADILAH BATU SAMBUNGAN l WEREAD_Official Bacaan Liturgi - Kisah Orang Kudus l Senin, 09-08-21 : https://youtu.be/xnMs184KQHs For Watching all Video, please click: https://www.youtube.com/c/WEREADTravellingwithJesus Hai, sahabat Weread travelling with Jesus, jumpa lagi dan salam sehat...WEREAD_Travelling with Jesus-- OFFICIAL BACAAN LITURGI KATOLIK DAN KISAH ORANG KUDUS-- Hadir lagi mempersembahkan Bacaan ALKITAB Harian Liturgi Senin - 09 Agustus 2021dilengkapi Kisah Orang Kudus Santa Benedicta dari Salib (Edith Stein). Pembaca: Nonny M. Soka - Kupang Kisah Orang Kudus : Nonny M. Soka - Kupang


Santa Theresia Benedikta dari Salib
Teresa Benedicta of the Cross, Teresa de la Cruz, Edith Stein


Santa Teresa Benedikta dari Salib lahir pada tanggal 12 Oktober 1891 di kota Breslau Kekaisaran Prusia -Jerman (kota ini kini bernama Wrocław,  ibukota Provinsi Dolnoslaskie - Polandia).  Hari kelahirannya ini bertepatan dengan hari raya Yahudi, Yom Kippur atau Hari Perdamaian Agung. Ia adalah anak bungsu dari sebelas bersaudara putera-putri pasangan Yahudi Jerman, Siegfried Stein dan Auguste Courant Stein. Ayahnya adalah seorang pengusaha kayu yang meninggal dunia ketika ia baru berusia dua tahun. Kepergian ayahnya membuat sang ibu harus bekerja keras menghidupi sebelas orang anaknya.

Seperti kebanyakan wanita Yahudi di masa itu, ibunya adalah seorang yang taat beribadah, berkemauan dan seorang pekerja keras.  Ia adalah seorang wanita mengagumkan yang sukses mengelola perusahaan kayu suaminya sambil mengurus keluarga. Ia sangat peduli akan pendidikan anak-anaknya dan sukses menyekolahkan mereka semua sampai ke jenjang Perguruan Tinggi.  Namun demikian, ibu Auguste Stein kurang berhasil menanamkan iman akan Tuhan yang hidup dalam diri anak-anaknya. Pada tahun 1904, si bungsu Edith yang baru berusia 13 tahun telah kehilangan iman Yahudinya dan secara terbuka menyatakan diri sebagai seorang Atheis.  

Pada tahun 1911, Edith Stein yang cerdas lulus Cum Laude pada ujian akhir sekolah. Ia lalu melanjutkan kuliah di Universitas Breslau untuk belajar bahasa Jerman dan sejarah. Pada tahun 1913, Edith pindah ke Universitas Göttingen dan belajar filsafat di bawah bimbingan seorang filsuf ternama; Professor Edmund Husserl.  Edith sangat menonjol dalam semua pelajaran sehingga sang professor pun mengangkatnya sebagai asisten. Professor Husserl juga membimbingnya sampai meraih gelar doktor Filosofi dengan predikat Summa Cum Laude  pada tahun 1916.  Setelah lulus, Edith bekerja sebagai asisten tetap professor Edmund Husserl.

Suatu hari, Edith datang ke Frankfurt dan mengunjungi Katedral Frankfurt yang terkenal itu. Ia melihat seorang perempuan dengan keranjang belanja masuk ke dalam katedral untuk berlutut memanjatkan doa. Dikemudian hari Edith menulis :

“Ini sesuatu yang sama sekali baru bagiku. Di sinagoga-sinagoga dan di gereja-gereja Protestan yang pernah aku kunjungi, orang hanya datang bersama untuk menghadiri kebaktian. Tetapi di sini, aku melihat seorang yang datang sendirian tepat dari keramaian pasar ke dalam gereja kosong ini, seolah ia hendak mengadakan suatu percakapan yang mesra. Ini sesuatu yang tak akan pernah aku lupakan.”
Pengalaman ini membuat Edith mulai membaca kitab suci Perjanjian Baru, buku-buku Kierkegaard  (Søren Kierkegaard, seorang Filsuf dan Teolog Kristen pada abad-19. Kierkegaard saat ini dianggap sebagai tokoh filsafat eksistensialisme), dan buku latihan rohani dari St.Ignatius dari Loyola. 

Pada tahun 1921 Edith Stein berlibur di Bad Bergzabern, di rumah seorang sahabatnya Hedwig Conrad-Martius seorang anggota gereja Protestan. Suatu sore, dari perpustakaan ruang Hedwig, Edith mengambil secara acak sebuah buku yang ternyata adalah buku otobiografi St.Theresia dari Avilla, dan terus ia membaca buku tersebut sepanjang malam sampai pagi hari. “Ketika aku selesai membaca, aku berkata kepada diriku sendiri : Inilah kebenaran!” kenangnya.

Keesokan harinya, Edith membeli buku Misa dan Katekismus yang di hari-hari selanjutnya menjadi tumpuan perhatiannya. Ketika dirasa ia sudah cukup paham, Edith untuk pertama kalinya masuk ke sebuah Gereja Katolik dan dengan mudah mengikuti jalannya Misa. Ia ingin dibaptis segera; dan ketika Pastor Breitling mengatakan bahwa agar dapat dibaptis orang perlu persiapan untuk mengenal ajaran iman dan tradisi-tradisi Gereja, dengan yakin Edith menjawab, “Ujilah saya!”. Ini dilakukan pastor dan Edith pun lulus dengan gemilang.

Pada tanggal 1 Januari 1922,  Edith Stein menerima Sakramen Baptis dan Sakramen Komuni Pertama di Gereja Santo Martinus, Bergzabern. Hari itu adalah hari Peringatan Penyunatan Yesus, ketika Yesus masuk ke dalam perjanjian Abraham. Teresa Edith Stein berdiri dekat bejana baptis dengan mengenakan gaun pengantin putih. Dengan dispensasi khusus dari Bapa Uskup, Sahabatnya Hedwig menjadi wali baptisnya.  Sejak saat itu ia terus-menerus sadar sepenuhnya bahwa ia adalah milik Yesus Kristus, bukan hanya secara rohani, melainkan juga karena darah Yahudinya. Pada tanggal 2 Februari, hari Peringatan Pentahiran Maria - suatu hari yang ada rujukannya dalam kitab Perjanjian Lama - Edith menerima Sakramen Penguatan oleh Uskup Speyer di kapel pribadi bapa uskup.

Setelah menerima sakramen penguatan, Edith pulang ke Breslau. Dihadapan ibunya ia bersaksi :  “Mama, aku kini seorang Katolik.”  Ibunya yang merupakan seorang Yahudi yang saleh merasa bagai disambar petir. Hatinya bergetar hebat dan ia pun menangis. Seumur hidupnya, Edith belum pernah melihat ibunya yang tegar itu menangis. Dalam kalangan Yahudi Orthodox, Katolik dianggap sebagai sekte yang hina.  Edith sudah siap menerima teguran ataupun diusir dari rumah. Tetapi sang ibu malah memeluknya dan kedua wanita Yahudi itu pun menangis.  Dikemudian hari Hedwig Conrad Martius, sahabat dan  wali babtisnya menulis tentang kejadian ini : “Lihat, inilah dua orang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!” (bdk Yohanes 1:47).

“Segalanya untuk semua orang,” itulah semboyan Edith sejak ia menjadi seorang Katolik. Ia meninggalkan pekerjaannya di Universitas lalu menjadi pengajar di sekolah Susteran Dominikan dan juga menjadi guru pembimbing bagi para biarawati di Biara St.Magdalena yang akan masuk universitas di Speyer. Di kota ini Edith dikenal dengan sebutan “Fraulin Doctor” (Nona Doctor) dan  menjadi teladan bagi semua orang.  Salah seorang mantan muridnya kelak menulis :

“Kami baru berumur tujuhbelas tahun dan Fraulein Doctor mengajar kami bahasa Jerman. Sesungguhnya ia memberi kami segalanya. Kami masih sangat muda, namun daya tarik yang terpancar darinya tak akan pernah kami lupakan. Tiap-tiap hari kami melihat dia berlutut di bangku doanya, di depan koor, selama Perayaan Ekaristi. Maka kami mulai sedikit mengerti apa artinya iman dan sikap hidup yang diserasikan. Bagi kami, di usia yang penuh kritik, sikapnya saja sudah menjadi teladan. Kami tak pernah melihat dia lain daripada anggun, tenang dan pendiam. Seperti itu ia selalu masuk ke kelas kami, seperti itu juga ia seminggu sekali menemani kami waktu rekreasi….”
Pada tahun 1931, Edith Stein meninggalkan sekolah biara di Speyer dan berupaya untuk meraih gelar professor di Breslau dan Freiburg.  Usahanya ini sia-sia akibat perubahan politik yang terjadi di tanah Jerman. Pada tahun 1932 Edith sempat menjadi pengajar di Institut Pedagogi di Münster, tetapi undang-undang Antisemitisme yang diberlakukan oleh pemerintahan baru Jerman,  Adolf Hitler dan partai NAZI, memaksanya untuk mundur dari jabatan tersebut pada tahun 1933. Para NAZI tidak memperkenankan orang Yahudi untuk menjadi tenaga pendidik.

Pada tanggal 14 Oktober 1933 Edith Stein memutuskan untuk masuk Biara Karmel tak berkasut di Cologne. Ia diterima dan setahun kemudian ia menerima busana biarawati Karmel dan mengambil nama biara : Teresa Benedicta a Cruce (Teresa yang terberkati dari Salib). Pada tanggal 21 April 1935, Sr.Teresa Benedikta mengucapkan kaul sementara dan mengucapkan Kaul Kekal tiga tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 21 April 1938.  Sebagai seorang biarawati katolik berdarah Yahudi,  Sr.Teresa Benedikta merasa memiliki kesempatan dan tanggung jawab unik, untuk menjembatani jurang pemisah antara iman Kristiani dan Yahudi. Ia menulis buku “Kehidupan sebuah Keluarga Yahudi” (yaitu keluarganya sendiri) dan berusaha menunjukkan kesamaan pengalaman manusiawi antara orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristiani dalam kehidupan mereka sehari-hari.

“Aku hanya ingin menceritakan apa yang aku alami sebagai bagian dari bangsa Yahudi. “Kami yang dibesarkan dalam agama Yahudi mempunyai kewajiban untuk menjadi saksi … bagi generasi muda yang dibesarkan dalam kebencian rasial dari sejak awal kanak-kanak.”
Pada akhir tahun 1938, gerakan anti-Semit pemerintah NAZI dan penganiayaan kepada orang Yahudi semakin meningkat diseluruh wilayah Jerman. Sinagoga-sinagoga dihancurkan, harta milik orang-orang Yahudi dirampas. Orang-orang Yahudi dicekam ketakutan atas keselamatan mereka. Untuk melindungi Sr.Teresa Benedikta, Priorin Biara Karmel di Cologne memindahkannya ke luar negeri.  Pada malam Tahun Baru 31 Desember 1938, Sr.Teresa  bersama saudarinya Rosa yang juga sudah menjadi Katolik diselundupkan ke negeri Belanda, dan tinggal di Biara Karmel di Echt di Provinsi Limburg. Disini Sr.Teresa Benedikta sempat menulis sebuah karya yang berjudul : Studie über Joannes a Cruce: Kreuzeswissenschaft (Penelitian tentang Yohanes dari Salib : Ilmu Salib).

Pada tanggal 15 Mei 1940 Belanda jatuh ketangan NAZI Jerman. Edith sekali lagi harus merasakan getirnya hidup dibawah undang-undang anti-Semit NAZI. Pada tanggal 20 juli 1942 para Uskup Katolik Roma Belanda mengumumkan pernyataan yang dibacakan di seluruh gereja di negara tersebut yang menentang pembuangan dan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi. Sebagai balasannya Para NAZI menangkap semua orang Katolik keturunan Yahudi, termasuk para imam dan para biarawan-biarawati.

Sr.Teresa Benedikta ditangkap oleh Gestapo pada tanggal 2 Agustus 1942 saat ia sedang berdoa di kapel bersama para biarawati lainnya. Ia dan saudarinya Rosa diwajibkan keluar dari biara dalam waktu lima menit. Rosa kini telah menjadi seorang Karmelit Ordo Ketiga yang bekerja di Biara Echt. Dengan menggandeng tangan Rosa, Sr.Teresa mengatakan, “Mari, kita pergi untuk bangsa kita.”

Bersama dengan banyak orang Yahudi lainnya, kedua wanita ini diangkut ke suatu kamp perhentian di Amersfoort dan kemudian dari Amersfoort ke Westerbork. Kepada Priorin Karmel di Cologne, diceritakan orang sebagai berikut,

“Di antara para tahanan yang datang pada tanggal 4 Agustus, Sr.Teresa Benedikta mencolok karena ketenangannya yang dalam dan kegembiraannya. Penderitaan dan ketegangan dalam kamp itu tak terlukiskan. Sr.Benedikta berkeliling di antara ibu-ibu, menghibur, menolong, menenangkan, bagai seorang malaikat. Banyak ibu-ibu yang nyaris gila, sudah berhari-hari tidak menghiraukan anak-anak mereka. Mereka bingung dan putus asa. Sr.Benedikta memperhatikan anak-anak yang malang itu, memandikan dan menyisir rambut mereka… ia memberi contoh pengabdian yang tak kenal lelah, yang begitu baik, yang mengherankan semua orang.”
Ny.Bromberg, salah seorang yang selamat dari kamp Konsentrasi dimana Sr.Benedikta ditawan memberikan kesaksian,

“Perbedaan besar antara Edith dan suster-suster lainnya adalah karena ia pendiam. Kesan pribadiku ialah bahwa ia sangat sedih, tidak takut, tetapi tak dapat kukatakan yang lain daripada bahwa ia memberi kesan harus memikul beban berat penderitaan, yang bahkan bila ia tersenyum, orang merasa terlebih sedih lagi. Ia hampir tidak berbicara, hanya seringkali ia memandangi kakaknya Rosa dengan amat sangat sedih. Pada saat aku menuliskan ini, muncul pikiran bahwa ia tahu apa yang akan terjadi atas dirinya dan orang lain…. Sekali lagi, ini adalah kesanku: bahwa ia memikirkan penderitaan yang akan datang, bukan penderitaannya sendiri, karena ia terlalu tenang dan hampir kukatakan terlalu tenteram, melainkan penderitaan yang akan menimpa orang lain. Seluruh penampilannya sampai sekarang memberi aku kesan, bila aku membayangkannya lagi, duduk di muka barak : suatu patung Pieta tanpa Kristus.”
Pada tanggal 7 Agustus 1942 Sr.Teresa Benedikta bersama Rosa dan 985 orang Yahudi dibawa  dengan kereta api ke kamp Konsentrasi di Auschwitz, Polandia.  Pada tanggal 9 Agustus Suster Teresia Benedicta a Cruce bersama Rosa dan banyak kaum sebangsanya dibantai dengan gas beracun didalam kamar gas. Jenazah mereka lalu dibakar secara massal di krematorium.

Sr.Teresa Benedikta dibeatifikasi di Cologne pada tanggal 1 Mei 1987 oleh Paus Yohanes Paulus II.  Saat itu bapa suci menyatakan bahwa Gereja menghormati  “seorang puteri Israel” yang sebagai seorang Katolik pada masa penganiayaan Nazi, tetap setia kepada Tuhan Yesus Kristus yang tersalib, dan sebagai seorang Yahudi, kepada bangsanya dalam kasih setia.”

Pada tanggal 11 Oktober 1998, Beata Teresa Benedikta dari Salib dikanonisasi oleh Paus Yohanes Paulus II di Roma. Setahun kemudian, pada tanggal 1 Oktober 1999, paus yang sama memaklumkan santa Teresa Benedikta, bersama dengan St.Katarina dari Sienna dan St.Brigitta dari Swedia, sebagai Santa pelindung Eropa. Sebelumnya, Eropa memiliki tiga santo pelindung: St.Benediktus, St.Sirilus dan St.Methodius. Bapa Suci mengatakan bahwa ia memaklumkan ini “demi menekankan peran penting yang telah dimainkan dan yang dimiliki kaum perempuan dalam gereja dan dalam sejarah sipil Eropa.” (qq)

(Source of and Credit for: katakombe.org)



Monday, August 9, 2021

WEREAD_Official Daily Readings, Saint's, FT FEAR | Monday 09-08-21| Don'...



Don't Be A Stumbling Block, Be A Connection Stone l WEREAD_Official Daily Readings, Saint Story, FT FEAR | Monday 09-08-21| e | WEREAD_Official Daily Readings-Saint story-Formation Teaching with International DOJCC ‘FEAR’ Series. August 9, 2021 - Monday XIX in Ordinary Time Hello everyone, we are back again to read the Daily Bible Reading according to the Catholic Liturgical Calendar on Monday Of XIX Week in Ordinary Time & Saint's story then Formation Teaching about 'FEAR' form International DOJCC Community Reader: Bobby Marsh - Denpasar, Bali Reader Story of Saint: Faustine Abdi - Denpasar, Bali Formation Teaching: Sister Judy Bowe, MGL- From DOJCC Canberra.


Sunday, August 8, 2021

ROTI HIDUP DARI SURGA l RENUNGAN HARI MINGGU bersama ROMO JOHN LABA SDB ...


WEREAD_Official Bacaan Liturgi Lengkapdan Renungan Hari Minggu l Minggu Biasa XIX, 08-08-21 : ROTI HIDUP DARI SURGA l RENUNGAN HARI MINGGU bersama ROMO JOHN LABA SDB - Tiga Raksa-Tangerang : https://youtu.be/QuIhsQkcdJo Untuk Menonton semua Video Bacaan sejak November 21, 2020, silahkan klik link channel: https://www.youtube.com/c/WEREADTrave... Hai, sahabat Weread travelling with Jesus, jumpa lagi dan salam sehat...WEREAD_Travelling with Jesus-- OFFICIAL BACAAN LITURGI KATOLIK DAN KISAH ORANG KUDUS-- Youtube: https://youtube.com/c/WEREADTravellin... Hadir lagi mempersembahkan Bacaan ALKITAB Hari Minggu, dilengkapi dengan Nyanyian Mazmur dan Renungan serta DOA untuk Pemulihan Dunia dari Pandemi Virus Corona bersama bapa Paus Fransiskus selama. Pembawa Renungan: Romo John Laba SDB - Yayasan Salesian don Bosco, Tiga Raksa-Tangerang. Pembaca 1: Emma-FX Kuta, Bali & Sr. Anastasia-Hongkong. Pemazmur : Imma Gonsales-Paroki St. Yoseph-Denpasar. Pembaca II: Ibu angela Marsh - Kuta FX, Bali Solis Alleluya : Imma Gonzales.

Saturday, August 7, 2021

LOVE YOUR GOD and DON'T TEMPT l WEREAD_(Official) Daily Readings, Saint'...


WEREAD_Official Daily Readings, Saint Story, FT FEAR| Saturday 07-08-21| Love Your God and Don't Tempt Him| https://youtu.be/W4g3TlwasX0

For watch all video: https://www.youtube.com/c/WEREADTravellingwithJesus

Hello everyone, we are back again to read the Daily Bible Reading according to the Catholic Liturgical Calendar on Saturday of XVIII ,Week in Ordinary Time & Saint's story then reflection about 'FEAR" by Sister Judy Bowe, MGLEMOTIONS SERIES - Formation Teaching with International DOJCC Community.

Reader: Eka - Jakarta
Reader Story of Saint: Jessica - Bali
Formation Teaching: Sister Judy Bowe, MGL From DOJCC - Canberra


Saint of the Day for August 7

(October 1, 1480 - August 7, 1547)
Audio file

Saint Cajetan's Story

Like most of us, Cajetan seemed headed for an “ordinary” life—first as a lawyer, then as a priest engaged in the work of the Roman Curia.

His life took a characteristic turn when he joined the Oratory of Divine Love in Rome, a group devoted to piety and charity, shortly after his ordination at 36. When he was 42 he founded a hospital for incurables at Venice. At Vicenza, he joined a “disreputable” religious community that consisted only of men of the lowest stations of life—and was roundly censured by his friends, who thought his action was a reflection on his family. He sought out the sick and poor of the town and served them.

The greatest need of the time was the reformation of a Church that was “sick in head and members.” Cajetan and three friends decided that the best road to reformation lay in reviving the spirit and zeal of the clergy. Together they founded a congregation known as the Theatines—from Teate [Chieti] where their first superior-bishop had his see. One of the friends later became Pope Paul IV.

They managed to escape to Venice after their house in Rome was wrecked when Emperor Charles V’s troops sacked Rome in 1527. The Theatines were outstanding among the Catholic reform movements that took shape before the Protestant Reformation. Cajetan founded a monte de pieta—“mountain or fund of piety”—in Naples, one of many charitable, nonprofit credit organizations that lent money on the security of pawned objects. The purpose was to help the poor and protect them against usurers. Cajetan’s little organization ultimately became the Bank of Naples, with great changes in policy.


Reflection

If Vatican II had been summarily stopped after its first session in 1962, many Catholics would have felt that a great blow had been dealt to the growth of the Church. Cajetan had the same feeling about the Council of Trent, held from 1545 to 1563. But as he said, God is the same in Naples as in Venice, with or without Trent or Vatican II. We open ourselves to God’s power in whatever circumstances we find ourselves, and God’s will is done. God’s standards of success differ from ours.

(Source of and Credit for:fransiscanmedia.org/Reader by: Jesica-Bali)



DAILY READING, August 7, 2021

Saturday of the Eighteenth Week in Ordinary Time

Lectionary: 412

Reading I

Moses said to the people:
“Hear, O Israel! The LORD is our God, the LORD alone!
Therefore, you shall love the LORD, your God,
with all your heart,
and with all your soul,
and with all your strength.
Take to heart these words which I enjoin on you today.
Drill them into your children.
Speak of them at home and abroad, whether you are busy or at rest.
Bind them at your wrist as a sign
and let them be as a pendant on your forehead.
Write them on the doorposts of your houses and on your gates.

“When the LORD, your God, brings you into the land which he swore
to your fathers: Abraham, Isaac and Jacob,
that he would give you,
a land with fine, large cities that you did not build,
with houses full of goods of all sorts that you did not garner,
with cisterns that you did not dig,
with vineyards and olive groves that you did not plant;
and when, therefore, you eat your fill,
take care not to forget the LORD,
who brought you out of the land of Egypt, that place of slavery.
The LORD, your God, shall you fear;
him shall you serve, and by his name shall you swear.”

Responsorial Psalm

R. (2) I love you, Lord, my strength.
I love you, O LORD, my strength,
O LORD, my rock, my fortress, my deliverer.
R. I love you, Lord, my strength.
My God, my rock of refuge,
my shield, the horn of my salvation, my stronghold!
Praised be the LORD, I exclaim!
And I am safe from my enemies.
R. I love you, Lord, my strength.
The LORD live! And blessed be my Rock!
Extolled be God my savior!
You who gave great victories to your king,
and showed kindness to your anointed,
to David and his posterity forever.
R. I love you, Lord, my strength.

R. Alleluia, alleluia.
Our Savior Jesus Christ has destroyed death
and brought life to light through the Gospel.
R. Alleluia, alleluia.

A man came up to Jesus, knelt down before him, and said,
“Lord, have pity on my son, who is a lunatic and suffers severely;
often he falls into fire, and often into water.
I brought him to your disciples, but they could not cure him.”
Jesus said in reply,
“O faithless and perverse generation, how long will I be with you?
How long will I endure you? 
Bring the boy here to me.”
Jesus rebuked him and the demon came out of him,
and from that hour the boy was cured.
Then the disciples approached Jesus in private and said,
“Why could we not drive it out?”
He said to them, “Because of your little faith.
Amen, I say to you, if you have faith the size of a mustard seed,
you will say to this mountain,
‘Move from here to there,’ and it will move.
Nothing will be impossible for you.”

(Source of and CREDIT For: usccbdailyreadings.org/Reader by Eka Mayo))




Friday, August 6, 2021

CINTAILAH TUHAN, ALLAHMU DAN JANGANLAH MENCOBAI DIA




WEREAD_Official Bacaan Liturgi - Kisah Orang Kudus-Renungan Katolik l Sabtu, 07 Agustus 2021 Untuk menonton Video-Video Bacaan lainnya, silahkan klik link ini: https://www.youtube.com/c/WEREADTravellingwithJesus Hai, sahabat Weread travelling with Jesus, jumpa lagi dan salam sehat...WEREAD_Travelling with Jesus-- OFFICIAL BACAAN LITURGI KATOLIK DAN KISAH ORANG KUDUS-RENUNGAN-- Youtube: https://youtube.com/c/WEREADTravellin... Hadir lagi mempersembahkan Bacaan ALKITAB Harian, Sabtu, 07 Agustus 2021dilengkapi Kisah Orang Kudus Santa Afra Pengaku Iman. Pembaca: Ibu Arijani Halim - FX Kuta, Bali Kisah Orang Kudus : Ibu Arijani Halim



WEREAD_Official Daily Readings, Saint's, FT FEAR | Friday 06-08-21| Feas...


Feast of The Transfiguration of The Lord On Tabor Mount | WEREAD_Official Daily Readings, Saint Story, FT FEAR | Saturday 06-08-21 ; https://youtu.be/-Kn5qD2vE1I For Watch all Video: https://www.youtube.com/c/WEREADTravellingwithJesus Hello everyone, we are back again to read the Daily Bible Reading according to the Catholic Liturgical Calendar on Friday of XVIII ,Week in Ordinary Time & Saint's story then reflection about 'FEAR" by Sister Judy Bowe, MGL. EMOTIONS SERIES - Formation Teaching with International DOJCC Community. Reader: Karen-Filipina Reader Story of Saint: Yulita Young - Jimbaran Bali Formation Teaching: Sister Judy Bowe, MGL From DOJCC - Canberra Branch


Friday, August 06, 2021

Feast of the Transfiguration of the Lord


As I watched:

    Thrones were set up
        and the Ancient One took his throne.
    His clothing was bright as snow,
        and the hair on his head as white as wool;
    his throne was flames of fire,
        with wheels of burning fire.
    A surging stream of fire
        flowed out from where he sat;
    Thousands upon thousands were ministering to him,
        and myriads upon myriads attended him.
The court was convened and the books were opened.

As the visions during the night continued, I saw:

    One like a Son of man coming,
        on the clouds of heaven;
    When he reached the Ancient One
        and was presented before him,
    The one like a Son of man received dominion, glory, and kingship;
        all peoples, nations, and languages serve him.
    His dominion is an everlasting dominion
        that shall not be taken away,
        his kingship shall not be destroyed.

Responsorial Psalm

R.    (1a and 9a)  The Lord is king, the Most High over all the earth.
The LORD is king; let the earth rejoice;
    let the many islands be glad.
Clouds and darkness are round about him,
    justice and judgment are the foundation of his throne.
R.    The Lord is king, the Most High over all the earth.
The mountains melt like wax before the LORD,
    before the LORD of all the earth.
The heavens proclaim his justice,
    and all peoples see his glory.
R.    The Lord is king, the Most High over all the earth.
Because you, O LORD, are the Most High over all the earth,
    exalted far above all gods. 
R.    The Lord is king, the Most High over all the earth.

Reading II

Beloved:
We did not follow cleverly devised myths
when we made known to you
the power and coming of our Lord Jesus Christ,
but we had been eyewitnesses of his majesty.
For he received honor and glory from God the Father
when that unique declaration came to him from the majestic glory,
“This is my Son, my beloved, with whom I am well pleased.”
We ourselves heard this voice come from heaven
while we were with him on the holy mountain.
Moreover, we possess the prophetic message that is altogether reliable.
You will do well to be attentive to it,
as to a lamp shining in a dark place,
until day dawns and the morning star rises in your hearts. 

Alleluia

R. Alleluia, alleluia.
This is my beloved Son, with whom I am well pleased;
listen to him.
R. Alleluia, alleluia.

Gospel

Jesus took Peter, James, and his brother John,
and led them up a high mountain apart by themselves.
And he was transfigured before them, 
and his clothes became dazzling white, 
such as no fuller on earth could bleach them. 
Then Elijah appeared to them along with Moses, 
and they were conversing with Jesus.
Then Peter said to Jesus in reply, 
“Rabbi, it is good that we are here!
Let us make three tents: 
one for you, one for Moses, and one for Elijah.”
He hardly knew what to say, they were so terrified.
Then a cloud came, casting a shadow over them; 
from the cloud came a voice, 
“This is my beloved Son. Listen to him.”
Suddenly, looking around, they no longer saw anyone
but Jesus alone with them.

As they were coming down from the mountain,
he charged them not to relate what they had seen to anyone,
except when the Son of Man had risen from the dead.
So they kept the matter to themselves, 
questioning what rising from the dead meant.

The Gospel of The Lord.

Praise To You Lord, Jesus Christ.

(Siurce of and Credit: usccbdailyreadings.org/reader: Karen)



The Story of the Transfiguration of the Lord

All three Synoptic Gospels tell the story of the Transfiguration (Matthew 17:1-8; Mark 9:2-9; Luke 9:28-36). With remarkable agreement, all three place the event shortly after Peter’s confession of faith that Jesus is the Messiah and Jesus’ first prediction of his passion and death. Peter’s eagerness to erect tents or booths on the spot suggests it occurred during the week-long Jewish Feast of Booths in the fall.

According to Scripture scholars, in spite of the texts’ agreement it is difficult to reconstruct the disciples’ experience, because the Gospels draw heavily on Old Testament descriptions of the Sinai encounter with God, and prophetic visions of the Son of Man. Certainly Peter, James, and John had a glimpse of Jesus’ divinity strong enough to strike fear into their hearts. Such an experience defies description, so they drew on familiar religious language to describe it. And certainly Jesus warned them that his glory and his suffering were to be inextricably connected—a theme John highlights throughout his Gospel.

Tradition names Mount Tabor as the site of the revelation. A church first raised there in the fourth century was dedicated on August 6. A feast in honor of the Transfiguration was celebrated in the Eastern Church from about that time. Western observance began in some localities about the eighth century.

On July 22, 1456, Crusaders defeated the Turks at Belgrade. News of the victory reached Rome on August 6, and Pope Callistus III placed the feast on the Roman calendar the following year.


Reflection

One of the Transfiguration accounts is read on the second Sunday of Lent each year, proclaiming Christ’s divinity to the Elect and baptized alike. The Gospel for the first Sunday of Lent, by contrast, is the story of the temptation in the desert—affirmation of Jesus’ humanity. The two distinct but inseparable natures of the Lord were a subject of much theological argument at the beginning of the Church’s history; it remains hard for believers to grasp.

(Source of and Credit: fransiscanmedia.org/reader: Yulita young)


Thursday, August 5, 2021

PESTA TUHAN YESUS MENAMPAKKAN KEMULIAANNYA (TRANSFIGURASI) - JUMAT PERTA...



WEREAD_Official Bacaan Liturgi - Kisah Orang Kudus -Renungan Katolik Jumat I, 06-08-21: https://youtu.be/O3c3yWJElxE For Watching all Video: https://www.youtube.com/c/WEREADTrave... Hai, sahabat Weread travelling with Jesus, jumpa lagi dan salam sehat...WEREAD_Travelling with Jesus-- OFFICIAL BACAAN LITURGI KATOLIK DAN KISAH ORANG KUDUS--RENUNGAN Hadir lagi mempersembahkan Bacaan ALKITAB Harian Liturgi JUMAT - 06 Agustus 2021dilengkapi nyanyian Mazmur Jumat I, Renungan dan Doa Selama Pendemi bersama Paus Fransiskus yang diterbitkan Katedral Jakarta. Pembawa Renungan: Pak Paulus Sunari - Paroki St. Silvester, Pecatu-Bali Pembaca: Juan de la Cruz Sunario dan Pak Paulus Sunari Pemazmur : Juan De La Cruz Putra Sunario